PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP TERBENTUKNYA STRATIFIKASI SOSIAL
PENGARUH
PENDIDIKAN TERHADAP TERBENTUKNYA
STRATIFIKASI SOSIAL
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah
Dunia pendidikan Indonesia, semakin hari semakin
berkembang. Namun, seperti kita ketahui, perkembangan ini tidak sepadan dengan
kualitas pendidikan itu sendiri. Hal ini mengakibatkan kesenjangan atau
ketimpangan di dalam masyarakat Indonesia seperti kualitas lulusan, kesenjangan
antara pendidikan kota dan desa, dan sebagainya. Selain itu, didalam pendidikan
muncul
masalah yang tidak dapat terpisahkan dari pendidikan itu sendiri yang tidak
lain adalah bahwa pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial.
Seperti yang kita ketahui, stratifikasi sosial merupakan
pengelompokan terhadap suatu masyarakat kedalam kelas-kelas tertentu. Dimana
pengelompokan ini dapat memperlihatkan perbedaan status yang ada didalam masyarakat.
Scot (Saripudin, 2010: 41) menjelaskan bahwa setiap sistem stratifikasi sosial
akan melahirkan mitos dan rasionalnya sendiri untuk menerangkan apa sebabnya
masyarakat tertentu harus dianggap lebih tinggi kedudukannya dibandingkan yang
lain.
Menurut Nasution, masyarakat tidak berkelas dengan persamaan yang nyata
diantara anggota-anggotanya, adalah dongeng. Setiap masyarakat mempunyai
sesuatu yang dihargai, mungkin berupa uang, mungkin tanah, mungkin benda-benda
yang bernilai ekonomis, mungkin pula berupa kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan
dalam agama, atau keturunan dari keluarga tertentu, pekerjaan dan lain-lain
faktor lagi. Dari pendapat Nasution
bahwa ilmu pengetahuan merupakan salah satu penentu terbentuknya suatu
kelas social atau stratifikasi social. Ilmu pengetahuan bahwasanya tidak
terlepas dari proses pendidikan. Dalam kehidupan masyarakat sangat Nampak
pembeda dari statifikasi social. Study kasus: di Desa Cikedondong Kec.Bantarsari.Kab.Cilacap.Prov.
Jawa tengah. terdapat suatu kelompok masyarat yang sangat beragam. Sebagian
besar mata pencaharian penduduk setempat adalah bercocok tanam. Tingkat
pendidikanya pun tidak sama ada SD,SMP, SMA, SMK ,D3,S1 dan S2. Rata - rata
tingakat pendidikan masyarakat setempat adalah SMA hal ini terjadi karena belum lahirnya kesadaran akan pentingnya
pendidikan. Walupon demikian warga desa setempat sangat menghormati sosok yang
mempunyai pendidikan tinggi baik agama maupun akademis contohnya adalah seorang
Guru, Dosen, Tokoh agama, Pejabat pemerintahan, Pengusaha dll. Pejabat pemerintahan desa sering kali jabat oleh seorang yang mempunyai
pendidikan tinggi atau orang yang
dianggap sesepuh (orang mempunyai pengetahuan lebih tentang keadaan lingkungan
masyarakat). Benarkah pendidikan
berpengaruh terhadap Stratifikasi social ?
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka penyusun mencoba mendalami dan mengkaji permasalahan tersebut dalam
makalah yang berjudul “Pengaruh Pendidikan
Terhadap Terbentuknya
Stratifikasi
Sosial”.
2. Rumusan
Masalah
Permasalahan utama yang kami kaji adalah mengenai “Pengaruh Pendidikan Terhadap Terbentuknya
Stratifikasi
Sosial”. Namun, agar pembahasan tidak meluas, maka penyusun
membatasi masalah dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut,
a.
Apa yang
dimaksud dengan Pendidikan dan Stratifikasi
Sosial ?
b.
Bagaimana ciri stratifikasi social?
c.
Bagaimana
aspek
pembentukan stratifikasi sosial?
d.
Bagaimana
jenis
dan proses terjadinya stratifiasi sosial?
e.
Bagaimana
pendidikan
mendorong terjadinya perubahan stratifikasi dimasyarakat?
3. Tujuan Penulisan.
Adapun tujuan dari penulisan makalah yaitu :
1. Untuk
mengetahui definisi atau pengertian Pendidikan dan Stratifikasi Sosial
2. Untuk
mengetahui ciri – ciri stratifikasi
sosial.
3. Untuk
mengetahui bagaimana
aspek pembentukan stratifiasi sosial.
4. Untuk mengetahui
bagaimana jenis
dan proses terjadinya stratifikasi sosial
5. Untuk
mengetahui keterhubungan antara pendidikan dengan stratifikasi sosial.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan dan Stratifikasi Sosial
1.
Pengertian
Pendidikan
Menurut Langeveld,
pendidikan adalah setiap usaha,
pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak
tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup
cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Sedangkan menurut UU No. 2 Tahun 1989, pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
Pengertian pendidikan menurut Undang Undang
SISDIKNAS no. 20 tahun 2003, adalah sebagai usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa supaya
peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif supaya memiliki
pengendalian diri, kecerdasan, keterampilan dalam bermasyarakat, kekuatan
spiritual keagamaan, kepribadian serta akhlak mulia.
Hal senada juga
dikemukakan oleh Edgar Dalle bahwa Pendidikan merupakan usaha
sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar
sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa
yang akan datang .
Dari pegertian tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif untuk mengembangkan potensi
dirinyaagar memiliki kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat diartikan pula bahwa pendidikan mempunyai fungsi
atau kegunaan. Menurut Horton dan Hunt (Saripudin, 2010: 36) pendidikan
mempunyai dua fungsi yakni fungsi manifest dan fungsi laten. Sebagai fungsi
manifest, pendidikan dapat membantu seseorang untuk dapat mencari nafkah.Melalui
pendidikan seseorang akan mempunyai keterampilan yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Dan dari keterampilan itulah, ia akan mampu untuk mencari nafkah.
Selain iu pendidikan juga berfungsi sebagai alat untuk melestarikan
kebudayaan.Sebagai fungsi laten, pendidikan berfungsi
sebagai sarana untuk memperpanjang masa ketidakdewasaan, mengurangi pengendalian
orang tua, dan sebagainya.
Pendidikan adalah suatu lembaga yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi setiap peserta didiknya, sehingga bisa dikatakan bahwa
melalui pendidikan lah seseorang bisa memperlihatkan dan mengembangkan
kemampuannya yang kemudian akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat.
2.
Pengertian
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi
sosial menurut Pitirim A. Sorokin adalah perbedaan penduduk/masyarakat ke dalam
lapisan-lapisan kelas secara bertingkat (hierarkis).Pitirim A. Sorokin dalam
tulisan yang berjudul Sosial Stratification mengatakan bahwa
sistem lapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam
masyarakat yang hidup teratur. Sedangkan menurut Drs. Robert M.Z. Lawang
stratifikasi sosial adalah penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu
sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi
kekuasaan, privilese dan prestise.
Dari
pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa stratifikasi sosial
merupakan sebuah pengelompokan masyarakat unuk membedakan antara satu
masyarakat dengan masyarakat yang lainnya.
3. Ciri-ciri Stratifikasi Sosial
Adanyan
stratifikasi social membuat sekelompok orang memiliki ciri ciri yang
beda dalam hal kedudukan, gaya hidup, dan
perolehan sumber daya. Ketigaciri stratifikasi sosial adalah sebagai berikut:
a.
Perbedaan Kemampuan Anggota masyarakat dari kelas (strata)
tinggi memiliki kemampuan lebihtinggi dibandingkan dengan anggota kelas sosial
di bawahnya. Misalnya, orangkaya tentu mampu membeli mobil mewah, rumah bagus,
dan membiayaipendidikan anaknya sampai jenjang tertinggi. Sementara itu, orang
miskin,harus bejuang keras untuk biaya hidup sehari-hari.
b.
Perbedaan Gaya HidupGaya hidup meliputi banyak hal, seperti mode
pakaian, model rumah, seleramakanan, kegiatan sehari-hari, kendaraan, selera
seni, cara berbicara, tata karma pergaulan, hobi (kegemaran), dan lain-lain.
Orang yang berasal dari kelas atas(pejabat tinggi pemerintahan atau pengusahanbesar)ntentunmemilikingayanhidup yang berbeda
dengan orang kelas bawah. Orang kalangan atas biasanya berbusana mahal dan
bermerek, berlibur ke luar negeri, bepergian dengan mobil mewah atau naik
pesawat, sedangkan orang kalangan bawah cukup berbusana dengan bahan sederhana,
bepergian dengan kendaraan umum, danberlibur di tempat-tempat wisata
terdekat
c.
Perbedaan Hak dan Perolehan Sumber Daya Hak adalah sesuatu yang
dapat diperoleh atau dinikmati sehubungan dengan kedudukan seseorang, sedangkan
sumber daya adalah segala sesuatu yang bermanfaat untuk mendukung kehidupan
seseorang. Semakin tinggi kelas social seseorang maka hak yang diperolehnya
semakin besar, termasuk kemampuan untuk memperoleh sumber daya. Misalnya, hak
yang dimiliki oleh seorang direktur sebuah perusahaan dengan hak yang dimiliki
para karyawan tentu berbeda. Penghasilannya pun berbeda.
4.
Aspek Pembentukan Stratifikasi Sosial
Kehidupan manusia
tidak terlepas dari adanya lapisan dalam masayarakat atau yang sering disebut
dengan stratifikasi sosial. Keadaan masyarakat yang majemuk
memungkinkan terjadinya perbedaan-perbedaan dalam mayarakat karena
faktor-faktor tertentu. Sistem lapisan sosial dalam masyarakat
dapat terjadi dengan sendirinya atau sengaja disusun untuk mengejar tujuan
bersama. Menurut Soekanto (1982: 199-200) alasan
terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah
kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala
masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Pelapisan sosial
ini terjadi karena adanya perkembangan dan perubahan dalam masyarakat tersebut.
Hal ini dapat dilihat pada masyarakat Batak dimana
marga tanah, yaitu marga pertama-tama membuka tanah dianggap mempunyai kedudukan yang
tinggi. Demikian pula dengan golongan pembuka tanah kalangan orang Jawa di Desa
dianggap sebagai pembuka tanah dan pendidri desa yang bersangkutan. Sedangkan
tipe sistem lapisan sosial yang sengaja disusun untuk
mengejar tujuan bersama atau tertentu menurut Saripudin (2010: 48) terjadi pada
organisasi-organisasi formal seperti partai politik, pemerintahan,
perusahaan, danangkatan bersenjata. Hal-hal tersebut
berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi yang merupakan unsur
khusus dalam sistem lapisan.
Soekanto
(1989: 200-201)
mengatakan untuk meneliti terjadinya proses-proses lapisan
masyarakat dapat berpedoman pada hal-hal berikut, yaitu:
“Pertama, sistem
lapisan mungkin berpokok pada sistem bertentangan dalam masyarakat. Sistem
demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi masyarakat-masyarakat tertentu
yang menjadi objek penelitian. Kedua, sistem lapisan dapat dianalisis dalam
ruang lingkup unsure-unsur antara lain: distribusi hak-hak istimewa yang
objektif seperti penghasilan, kekayaan, keselamatan, dan wewenang; sistem
pertentangan yang diciptakan para warga masyarakat; kriteria sistem
pertentangan, yaitu apakah didapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan
kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau kekeuasaan; lambing-lambang
kedudukan seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, dan
keanggotaan pada suatu organisasi; mudah atau sukar bertukar kedudukan;
solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok yang menduduki
kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat.”
Pembedaan atas lapisan
merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap
masyarakat. Walaupun secara teoritis seluruh manusia dapat dianggap sederajat.
Namun tidak demikian, sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial
manusia dalam masyarakat terbentuk lapisan-lapisan dengan manusia lainnya
sebagai suatu makhluk sosial.
Pelapisan
sosial atau stratifikai sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat
kedalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkis). Munculnya
lapisan sosial dalam masyarakat merupakan gejala umum dalam kehidupan
masyarakat. Beberapa hal yang menyebabkan munculnya stratifikasi sosial menurut
Saripudin (2010: 47) antara lain:
“Pertama, munculnya lapisan
sosial dalam masyarakt didasarkan pada adanya pertentangan dan pembedaan. Kedua, tidak
adanya keseimbangan dalam pembagian atau distribusi hak dan kewajiban, hak-hak
istimewa (penghasilan, kekayaan, ilmu) dimiliki oleh hanya segelintir orang
atau kelompok tertentu. Ketiga, kelompok-kelompok yang
memiliki hak-hak istimewa tersebut biasanya menggunakan lambang-lambang yang
menjadi symbol kedudukan, lambang tersebut baik berupa pakaian, tingkah laku,
rumah, dan keanggotaan pada suatu organisasi (2010, 47)”.
Selain membedakan
seperti adanya pembedaan dalam masyarakat anatara yang kaya dengan yang miskin,
penajabat dengan rakyat biasa, masyarakat cenderung mempertentangkannya. Adanya
polarisasi hak-hak istimewa pada oaring atau kelompok tertentu akan
memeunculkan penghargaan kelompok masyarakat yang lebih pada individu atau
kelompok yang memiliki berbagai hak istimewa tersebut. Sehingga kelompok
tersebut berada pada posisi lapisan yang lebih tinggi dari pada masyarakat lain
dengan prestise yang lebih. Dan mereka cenderung bergul dengan sesamanya yang
memiliki keduduka tinggi diantara masyarakat lain.
5. Jenis-Jenis dan Proses Stratifikasi
Sosial
Didalam bukunya,
Saripudin (2010: 43-47) menyebutkan bahwa macam-macam stratifikasi sosial
terdiri dari beberapa kelompok, antara lain:
a) Stratifikasi
pada masyarakat pertanian, dalam masyarakat ini sistem stratifikasi dilihat
dari kepemilikan tanah.
b) Stratifikasi
sosial pada masyarakat feodal, seperti yang kita ketahui feodalisme merupakan
sisten sosial politik yang memberikan kekuasaan yang besar pada golongan
bangsawan. Hampir sama dengan stratifikasi pada masyarakat pertanian, pada
masyarakat feodal stratifikasi sosial dilihatdari kepemilikan tanah yang
terdiri dari dua kelas utama yakni para bangsawan (tuan tanah) dan buruh.
c) Stratifikasi
sosial pada masyarakat industri, pada masyarakat ini sistem pelapisan sosial
lebih bersifat terbuka dimana seseorang memiliki kesempatan untuk melakukan
mobilitas.
a.
Jenis – jenis
Stratifikasi Sosial
Didalam bukunya Saripudin (2010: 48-50) juga
menjelaskan
bahwa stratifikasi sosial mempunyi beberapa sifat antara lain:
1. Stratifikasi Sosial Tertutup
Stratifikasi tertutup
adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat
pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Contoh stratifikasi
sosial tertutup yaitu seperti sistem kasta di India dan Bali serta di Jawa ada
golongan darah biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan
orang biasa seperti petani miskin bisa menjadi keturunan ningrat / bangsawan
darah biru.
2. Stratifikasi Sosial
Terbuka
Stratifikasi sosial
terbuka adalah sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakatnya dapat
berpindah-pindah dari satu strata / tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain.
Misalnya seperti
tingkat pendidikan, kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang
tadinya miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi
lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih
baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak keterampilan sehingga dia
mendapatkan pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran / penghasilan yang tinggi
b. Proses Terbentuknya
Stratifikasi Sosial
Sistem lapisan dalam masyarakat
terjadi dengan sendirinya sesuai dengan pertumbuhan masyarakat yang
bersangkutan. Akan tetapi, lapisan atau stratifikasi sosial ini dapat terjadi
dengan sengaja yang disusun untuk tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan
masyarakat tanpa disengaja, seperti tingkat kepandaian seseorang, usia,
dekatnya hubungan kekerabatan dengan orang yang dihormati, atau mungkin harta
yang dimiliki seseorang, bergantung pada masyarakat yang bersangkutan dalam
memegang nilai dan norma sosial, sesuai dengan tujuan masyarakat itu sendiri.
Stratifikasi sosial yang dibentuk dengan sengaja, berhubungan dengan pembagian
kekuasaan dan wewenang secara resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti
organisasi pemerintahan, partai politik, militer, dan organisasi sosial lain
yang dibentuk berdasarkan tingkat tertentu. Sistem pelapisan sosial ini sengaja
dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Stratifikasi sosial yang terdapat pada
masyarakat dapat menyangkut pembagian uang, tanah, kehormatan, dan benda-benda
yang memiliki nilai ekonomis. Uang dapat dibagi secara bebas di antara anggota
suatu organisasi berdasarkan kepangkatan dan ukuran senioritas, tanpa merusak
keutuhan organisasi yang bersangkutan. Bahkan, apabila dalam suatu sistem
pemerintahan, kekuasaan, dan wewenang tidak lagi dibagi secara teratur sesuai
dengan ukuran stratanya, akan menimbulkan kekacauan yang memecah keutuhan
masyarakat dan secara tidak langsung memecah keutuhan suatu negara.
Menurut Soekanto, semua manusia
dapat dianggap sederajat, tetapi sesuai dengan kenyataan kehidupan dalam
kelompok-kelompok sosial, tidaklah demikian. Perbedaan atas lapisan-lapisan
pada masyarakat, merupakan gejala yang universal yang merupakan bagian dari
sistem sosial setiap masyarakat. Pada masyarakat kecil dan homogen dapat
dikatakan hampir tidak terdapat pelapisan sosial. Adapun masyarakat yang
heterogen seperti di perkotaan, memperlihatkan kecenderungan menuju ke arah
stratifikasi yang lebih banyak dan kompleks, sebab dasar dari stratifikasinya
adalah pembagian kerja. Penilaian ditinjau dari segi peranan yang berhubungan
dengan jenis pekerjaannya dalam memenuhi kepentingan masyarakat nya yang
didasarkan atas penilaian biologis dan kebudayaan.
Robin William J.R. menyebutkan pokok pedoman tentang proses
terjadinya stratifikasi sosial pada masyarakat, yaitu sebagai berikut.
a.
Sistem stratifikasi sosial mungkin berpokok pada sistem pertentangan yang
terjadi pada masyarakat sehingga menjadi objek penyelidikan.
b. Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisis dalam ruang
lingkup unsur-unsur, yaitu sebagai berikut.
1) Distribusi
hak-hak istimewa yang objektif, misalnya penghasilan, kekayaan, keselamatan
(kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang.
2) Sistem
pertentangan yang diciptakan masyarakat (prestise dan penghargaan).
3) Kriteria
sistem pertentangan yaitu apakah didapatkan berdasarkan kualitas pribadi,
keanggotaan kelompok kerabat, hak milik, wewenang, atau kekuasaan.
4)
Lambang-lambang kedudukan, misalnya tingkah laku, cara berpakaian, bentuk
rumah, keanggotaan dalam suatu organisasi formal.
5) Mudah
sukarnya berubah kedudukan.
6) Solidaritas
di antara individu atau kelompok sosial yang menduduki status sosial yang sama
dalam sistem sosial, seperti:
a)
pola-pola interaksi (struktur clique dan anggota keluarga);
b)
kesamaan atau perbedaan sistem kepercayaan, sikap, dan nilai;
c)
kesadaran akan status masing-masing;
d)
aktivitas dalam organisasi secara kolektif.
6. Hubungan
Pendidikan dan Stratifikasi Sosial
Pada hakikatnya tidak
ada masyarakat tanpa kelas. Definisi sistematik antara
lain dikemukakan oleh Pitirim A.Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan
pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
(hierarkis). Perwujudan dari stratifikasi sosial adalah adanya lapisan-lapisan
di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di
bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. P.J. Bouman
menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu
golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan
beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan.
Salah
satu dasar pembentuk pelapisan sosial atau kriteria yang menonjol atau dominan
sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial yaitu ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan ini erat hubungannya dengan pendidikan. Ukuran ilmu
pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu
pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati
lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan.
Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik
(kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter,
insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor.
Dalam
berbagai studi, disebutkan tingkat pendidikan tertinggi yang didapatkan
seseorang digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya di dalam masyarakat.
Menurut penelitian memang terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial
yang seseorang dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya, meski
demikian pendidikan yang tinggi tidak dengan sendirinya menjamin kedudukan
sosial yang tinggi. Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lain
terjadi karena anak dari golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan
pelajarannya sampai perguruan tinggi. Sementara orang yang termasuk golongan
atas beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tinggi.
Orang yang berkedudukan tinggi, bergelar akademis, yang mempunyai penapatan
besar tinggal dirumah elite dan merasa termasuk golongan atas akan mengusahakan
anaknya masuk universitas dan memperoleh gelar akademis. Sebaliknya anak yang
orangtuanya buta huruf mencari nafkahnya dengan mengumpulkan puntung
rokok,tinggal digubuk kecil, tak dapat diharapkan akan mengusahakan menikmati
perguruan tinggi.
Golongan
sosial tidak hanya berpengaruh terhadap tingginya jenjang pendidikan anak
tetapi juga berpengaruh terhadap jenis pendidikan yang dipilih. Tidak semua
orangtua mampu membiayai studi anaknya diperguruan tinggi. Pada umumnya
anak-anak yang orangtuanya mampu, akan memilih sekolah menengah umum sebagai
persiapan untuk belajar di perguruan tinggi. Sementara orangtua yang mengetahui
batas kemampuan keuangannya akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi
anaknya, dengan pertimbangan setelah lulus dari kejuruan bisa langsung bekerja
sesuai dengan keahliannya. Dapat diduga sekolah kejuruan akan lebih banyak
mempunyai murid dari golongan rendah daripada yang berasal dari golongan atas.
Karena itu sekolah menengah dipandang lebih tinggi statusnya daripada sekolah
kejuruan. Demikian pula dengan mata pelajaran atau bidang studi yang berkaitan
dengan perguruan tinggi dipandang mempunyai status yang lebih tinggi , misal
matematika, fisika dipandang lebih tinggi daripada tata buku. Sikap demikian
bukan hanya terdapat dikalangan siswa tetapi juga dikalangan orangtua dan guru
yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyampaikan sikap itu kepada
anak-anaknya.
Kesimpulannya
bahwa pendidikan dengan stratifikasi sosial sangat mempengaruhi stratifikasi
social. Pada stratifikasi sosial terbuka pendidikan dapat menjadi alat untuk
mobilisasi sosial. Pendidikan sebagai salah satu dasar penentu kelas sosial
dapat merubah kelas seseorang.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah ini
dapat disimpulkan bahwa, pertama kita dapat melihat bahwa pendidikan merupakan
hal penting dalam masyarakat. Seperti yang kita tahu bahwa pendidikan dapat
menjadi alat untuk meningkatkan status sosial masyarakat. Namun pendidikan
sendiri dapat menyebabkan stratifikasi sosial dan membuat kesenjangan dalam masyarakat. Dari makalah ini juga kita dapat
mengetahui bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
terbentuknya statifikasi social. Study kasus di
atas merupakan gambaran kecil dari terbentuknya stratifikasi social yang
dipengaruhi oleh pendidikan, stratifikasi social dalam masalah ini termasuk
dalam stratifikasi terbuka, di mana setiap anggota masyarakatnya dapat
berpindah-pindah dari satu strata / tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Saripudin,
Didin. (2010). Interpretasi
Sosiologis dalam Pendidikan. Bandung: Karya Putra
Darwati
Soekanto, Soerjono. (1989). Sosiologi Sebagai
Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press
Sumber
Internet:
Bening, Banyu. (2010). Pendidikan dan
Stratifikasi Sosial. Tersedia: [online]http://makalah-bening.blogspot.com/2010/03/pendidikan-dan-stratifikasi-sosial.html [28 Maret 2012]
Gudarma. (2012) . Lapisan-Lapisan Dalam
Masyarakat. Tersedia: [online]http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_sosiologi_dan_ilmu_sosial_dasar/bab6_lapisan-lapisan_dalam_masyarakat_(stratifikas_sosial).pdf [Maret
2012]
Comments
Post a Comment